Balitbangtan Gelar Teknologi Rehabilitasi di Bekas Tambang

By Admin


nusakini.com - Lahan bekas tambang pada umumnya merupakan lahan yang rusak berat, dan tidak dapat dimanfaatkan kembali akibat eksplorasi tambang yang terus menerus. Tampakan citra satelit lahan tambang seluruh Indonesia adalah sekitar 582.000 hektar. Data tentang lahan yang sudah selesai ditambang dan perlu direhabilitasi belum tercatat, namun diperkirakan sekitar 10% atau sekitar 58.000 hektar.

Hal itu diutarakan oleh Kepala Bidang Kerjasama dan Pengelolaan Hasil Penelitian Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Dr. Yiyi Sulaeman dalam keterangan tertulisnya kepada melalui Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), Rabu (15/3/2017). "Pulau Bangka merupakan pulau penghasil timah terbesar di Indonesia. Dari total luas lahan Pulau Bangka 1,29 juta hektar, seluas 28 persen atau 361 ribu hektar merupakan area Kuasa Penambangan (KP). Data area tambang aktif sulit ditemukan; diperkirakan sekitar 10% dari areal KP. Apabila selesai ditambang, maka areal ini perlu direklamasi dan sebagiannya dapat direhabilitasi menjadi lahan pertanian," terangnya. 

Oleh karena itu, Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) Kementan melalui Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) melakukan penelitian di areal 8,5 hektar lahan bekas tambang timah di desa Bukit Kijang, Kabupaten Bangka Tengah. "Kesuburan lahan eks tambang pada umumnya sangat rendah dan miskin bahan organik karena lapisan yang muncul di permukaan adalah campuran lapisan bahan induk tanah dan tanah pucuk (top soil) hampir tidak ditemukan dan struktur tanah rusak berat. Landsekap tanah bekas tambang sangat tidak ideal untuk berproduksi karena sangat bergelombang dan diselang-selingi kolong (danau kecil)," paparnya. 

Walaupun keadaan tanah sangat rusak, lanjutnya, namun dengan teknologi pengelolaan yang tepat, lahan bekas tambang dapat direhabilitasi. Biaya rehabilitasi relatif tinggi, akan tetapi ini perlu disediakan oleh pihak penambang sesuai dengan peraturan yang berlaku. "Pemulihan tanah dilakukan dengan cara meratakan permukaan tanah (levelling) dengan menggunakan bulldozer dan memberikan bahan organik dengan dosis tinggi. Sedangkan kolong yang besar dapat dimanfaatkan sebagai sumber air pada saat musim kemarau, asalkan pinggir kolong distabilkan dan dipagari agar tidak membahayakan," katanya. 

Dimana menurut Yiyi Sulaeman, rehabilitasinya mesti melalui beberapa tahapan yaitu: pupuk kandang sekitar 30-50 ton per hektar, menanam tanaman penutup tanah (cover crop) terutama tanaman kacang-kacangan (leguminose). Tanaman ini akan menciptakan sumber bahan organik dan bermanfaat guna memperbaiki struktur tanah selain juga melindungi tanah dari erosi. 

Kemudian berikan pupuk buatan, sebagai pelengkap penyediaan hara. Lalu jenis tanaman cocok ditanam pada lahan bekas tambang, mulai tanaman sayuran seperti cabai, buncis, lab-lab, kacang panjang, berbagai tanaman hijauan pakan ternak, tanaman pangan seperti jagung dan kedelai, dan tanaman perkebunan. "Kunci pemulihan kesuburan tanah ditentukan oleh kemampuan memberikan bahan organik dalam dosis tinggi," terangnya. 

Dari hasil penelitian, paparnya, biaya untuk rehabilitasi lahan bekas tambang sangat tinggi dan baru ditahun ketiga sampai kelima usaha tani pada lahan tambang dapat menguntungkan. "Cepat atau lambatnya keuntungan dapat diraih, ditentukan oleh komoditas yang ditanam. Cabai dan beberapa tanaman sayuran lainnya akan cepat memberikan keuntungan karena nilai ekonominya yang tinggi, walaupun biaya pemeliharaan juga tinggi. Pemeliharaan ternak juga menjanjikan asalkan kesuburan tanah betul-betul dapat dipulihkan untuk dapat menghasilkan hijauan pakan secara memuaskan," urainya. 

Tetapi, tambahnya, logam berat dicurigai sebagai salah satu sumber masalah karena ada kemungkinan selama proses penambangan logam berat terangkat ke permukaan tanah. Logam berat juga bisa berasal dari proses penambangan tradisional, misalnya tambang emas tradisional yang menggunakan air raksa (merkuri). "Namun, pada lokasi penelitian pada lahan bekas tambang timah di Kabupaten Bangka Tengah dan lahan bekas tambang batubara di Kabupaten Kutai Kertanegara tidak terdapat indikasi ancaman logam berat karena konsentrasi logam berat di dalam tanah berada di bawah ambang batas konsentrasi yang membahayakan. Dengan rendahnya konsentrasi logam berat di dalam tanah, maka konsentrasinya di dalam tanaman juga akan aman," tuturnya. 

Untuk itu, petani, terutama petani bermodal kecil perlu dibantu untuk investasi awal penggunaan lahan bekas tambang untuk meratakan tanah dan untuk memulihkan kesuburan tanah. Sebagian biaya reklamasi berpotensi dimanfaatkan untuk keperluan ini. "Fasilitasi pemerintah dalam penyaluran dana reklamasi, clearance status lahan bekas tambang dan penyediaan sarana dan prasarana pertanian, merupakan kunci keberhasilan pemulihan lahan bekas tambang," ujarnya. (p/mk)